Selasa, 29 Desember 2009

Dan Aku pun Meragu

Pada malam dan dinginnya yang merasuk ke dalam butiran sel darah merahku. Pada hidup yang tak jua ku paham mengapa. Pada esok yang akan segera berbisik lembut di telingaku atau mungkin menamparku.

Ku masih di sini menanti rutinitas bias yang bisu. Ku masih di sini menanti badai.

Seumpama paradigma menjadi norma, kita terjebak dalam batasan-batasan. Menghabisi imajinasi, terkungkung atas nama dimensi tempat dan waktu.

Dan dimensi-dimensi itupun berubah. Aku juga turut serta. Kemudian dimensi yang lama pun berlalu tanpa sempat ku pelajari terlebih dahulu. Atau mungkin telah ku pelajari, hanya saja aku terlupa untuk mengkais INTISARI.

Dan ia pun akan terulang menjadi De Ja Vu. terus menerus terjadi hingga masuk ke dalam pori lalu pembuluh. Semerta ia meresap ke dalam saluran arteri dan menghambur merata mengiringi jalannya darah hingga aku tak lagi menyadari; dimensi-dimensi itu TELAH BERUBAH.

KEPUTUSAN-KEPUTUSAN telah aku lekatkan dengan kuat dalam tiang-tiang sanggahan. Ketika sepoi-sepoi datang, dia menari dengan ejekan. Tidak peduli mereka benar atau tidak karena keputusan adalah keputusan.

Angin itu teramat gampang. Lalu BADAI pun datang.

Tali-tali pada tiang mulai berlepasan. Simpul-simpul itu musnah dan tiang pun melemah. Ragam keputusan yang ku jemur pada tiang, berserakan jatuh ke tanah. Terhampar begitu saja. Ia berubah menjadi puzzle. Sebahagian koyak meroyak dan yang lain terhoyong-hoyong di tampar badai.

Dan aku pun MERAGU.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar